Thursday, August 18, 2011

Dalih Burung Kesembilan


Seekor burung lain berkata pada Hudhud, “O burung termulia, aku hamba si jelita yang telah menguasai diriku dan membuat aku kehilangan pikiran. Bayangan wajahnya yang manis ialah pencuri di Jalan yang agung itu; dia telah membakar panenan hidupku, dan bila aku terpisah daripadanya, tak sejenak pun aku merasa tenteram. Karena hatiku menyala dengan gairah nafsu, aku pun tak tahu bagaimana aku dapat menempuh perjalanan ini. Aku harus melintasi lembah demi lembah dan menempuh seratus percobaan. Dapatkah aku diharapkan akan meninggalkan si jelita ini untuk pergi menempuh panas yang menghanguskan dan dingin yang pedih? Aku terlalu lemah untuk pergi tanpa dia; dan aku hanya debu di jalannya. Begitulah keadaanku. Apa dayaku?”
Hudhud menjawab, “Kau terikat pada apa yang tampak di mata saja, dan akibatnya, menderita dari kepala hingga kaki. Cinta berahi ialah suatu permainan. Cinta yang ditimbulkan oleh kecantikan yang sepintas dengan sendirinya cepat berlalu pula. Kau senantiasa membandingkan tubuh dari darah dan nafsu dengan keindahan bulan.
Apakah yang lebih buruk dari tubuh yang terjadi dari daging dan tulang-tulang? Keindahan sejati tersembunyi. Maka carilah itu, di dunia yang tak tampak di mata. Jika cadar yang menyembunyikan kerahasiaan ini dari pandangan matamu luruh, maka tak ada lagi yang tinggal di dunia ini. Segala bentuk yang kelihatan akan menjadi tak berarti.”

Cerita Kecil tentang Syabli

Seorang laki-laki datang mendapatkan Syabli pada suatu hari sambil menangis. Sufi itu bertanya padanya, mengapa menangis. “O Syaikh,” katanya, “aku mempunyai sahabat yang keindahannya membuat jiwaku sehijau ranting-ranting di musim semi. Kemarin, ia meninggal, dan aku pun mau mati pula rasanya karena duka.” Syabli berkata, “Kenapa kau bersedih? Sekian lama kau telah memilikinya sebagai sahabat. Kini pergilah dan cari sahabat lain, sahabat yang tak akan mati, maka tak akan ada lagi sebab yang membuat kau bersedih. Keterikatan akan sesuatu yang fana hanya akan mendatangkan duka.”

Saudagar Kaya

Seorang saudagar yang kaya akan barang-barang dan uang mempunyai sahaya perempuan yang manis bagaikan gula. Namun demikian, ia memutuskan pada suatu hari untuk menjualnya. Tetapi sebentar saja ia pun mulai merasa kehilangan dia. Dalam kerinduannya, ia pun pergi ke pemiliknya yang baru dan memintanya agar melepaskan sahaya itu, lalu ia menawarkan seribu keping emas untuk menebusnya. Tetapi pemiliknya yang baru itu tak mau berpisah dari si sahaya. Maka saudagar itu pun keluar, dan dalam kebingungan katanya, “Ini salahku sendiri, karena telah menjahit bibir dan mataku; dalam kerakusanku aku telah menjual kekasihku seharga sekeping emas. Saat itu hari buruk bagiku ketika aku mendandaninya dengan pakaiannya yang terbagus dan membawanya ke pasar untuk kujual dengan keuntungan yang banyak.”
Setiap nafasmu, yang menakar hidupmu, ialah sebutir mutiara, dan setiap zarrah dirimu ialah penunjuk jalan kepada Tuhan. Berkah sahabat ini meliputi dirimu dari kepala hingga kaki. Jika kau benar-benar mengindahkan dia, bagaimana dapat kau menunjang perpisahan?

Cerita Kecil tentang Hallaj

Ketika mereka hendak menusuknya dengan tombak, Hallaj hanya mengucapkan kata-kata ini, “Aku Tuhan.” Mereka potong tangan dan kakinya, hingga ia pun menjadi pucat karena kehilangan darah. Kemudian pergelangan tangannya yang sudah buntung itu ia usapkan ke wajahnya sambil berkata, “Tak perlu aku kelihatan pucat hari ini, karena jika demikian, mereka akan mengira bahwa aku takut. Akan kubuat mukaku merah sehingga apabila si orang terkutuk yang telah melaksanakan hukuman itu berpaling ke tiang gantungan, ia akan melihat bahwa aku seorang pemberani.’
Ia yang makan dan minum dalam bulan Juli bersama naga berkepala tujuh itu akan bernasib amat buruk dalam permainan demikian, tetapi tiang gantungan akan merupakan sesuatu yang amat tak berarti bagi dia.

No comments:

Post a Comment