Wednesday, October 26, 2011

Pertanyaan burung ke-20


Burung ini berkata pada Hudhud, “O kau yang tahu akan jalan yang telah kau katakan pada kami dan yang ingin agar kami mengikutimu di sana, bagiku jalan itu gelap, dan dalam kegelapan, jalan itu tampak amat sukar, dan bermil-mil jauhnya.”
Hudhud menjawab, “Kita harus melintasi tujuh lembah dan hanya setelah kita melintasi lembah-lembah itu akan menemukan Simurgh. Siapa yang telah menempuh jalan ini tiada akan pernah kembali ke dunia, dan tak mungkin dikatakan berapa mil jarak yang ada di muka kita. Bersabarlah, o penakut, sebab semua mereka yang melintasi jalan ini sama halnya dengan keadaanmu.
Lembah pertama ialah Lembah Pencarian, yang kedua Lembah Cinta, yang ketiga Lembah Keinsafan, yang keempat Lembah Kebebasan dan Kelepasan, yang kelima Lembah Keesaan Murni, yang keenam Lembah Keheranan, dan yang ketujuh Lembah Kemiskinan dan Ketiadaan, lebih dari itu tiada yang dapat pergi lebih jauh lagi.
Bila kau memasuki lembah pertama, Lembah Pencarian, seratus kesukaran akan menyergapmu; kau akan mengalami seratus cobaan. Di sana, merak langit tak lebih dari seekor lalat. Kau harus melewatkan beberapa tahun di sana, kau harus melakukan upaya-upaya besar, dan harus mengubah keadaanmu. Kau harus meninggalkan segala yang tampak berharga bagimu dan memandang segala milikmu sebagai tak berarti apa-apa. Bila kau yakin bahwa kau tak memiliki suatu apa, kau masih harus melepaskan dirimu dari segala yang ada. Kemudian hatimu pun akan diselamatkan dari kehancuran dan kau akan melihat cahaya suci Keagungan Ilahiat dan hasrat-hasratmu yang sejati akan diperlipatgandakan menjadi tak terbatas. Siapa yang masuk ke sini akan dipenuhi kerinduan sedemikian rupa sehingga ia akan mengabdikan sepenuh dirinya dalam usaha pencarian yang dilambangkan oleh lembah ini. Ia akan minta seteguk anggur pada pelayan pembawa piala, dan setelah ia minum itu, tak ada lagi yang menjadi soal baginya selain mengejar tujuannya yang sejati. Maka ia pun tak akan takut lagi pada naga-naga penjaga pintu yang mau menelannya. Ketika pintu terbuka dan ia masuk, maka ajaran agama, keimanan dan kekufuran –semua itu tiada lagi.”

Sari dari Ganj-Nama, Kitab tentang Harta dari Osman Amru

Ketika Tuhan meniupkan nafas hayat yang suci ke tubuh Adam yang tak lain dari tanah dan air, Tuhan ingin agar para malaikat tak akan tahu tentang itu, dan tidak pula menaruh syak. Maka Tuhan pun bersabda pada mereka, “Bersujudlah di hadapan Adam? o Ruh Samawi!” Semua mereka pun bersujud, dan ketika mereka bersujud, Tuhan meniupkan nafas hayat ke dalam diri Adam dan tiada satu pun dari mereka yang tahu akan rahasia yang ingin disembunyikan Tuhan. Artinya, tiada satu pun kecuali Iblis, yang berkata dalam hati, “Tak ada yang akan melihat aku bertekuk lutut. Meski kepalaku bercerai dari badanku sekalipun, tidaklah itu akan sama celakanya dengan melaksanakan apa yang dikehendaki Tuhan. Aku tahu betul bahwa bukan karena masalah Adam akan ada di bumi itu saja, maka aku tak bersedia untuk bersujud dan untuk tak melihat rahasia itu.” Dan demikianlah, Iblis tak bersujud, melainkan mengawasi saja, dan melihat rahasia itu. Akhirnya Tuhan pun bersabda, “O kau yang tinggal menunggu, kau telah mencuri rahasia itu, dan untuk itu kau pun akan kumatikan, sebab aku tak ingin ada makhluk yang mengetahui rahasia itu. Bila raja duniawi menyembunyikan harta kekayaannya, ia akan membunuh dia yang mengetahui harta yang disembunyikan itu. Dan engkaulah dia.”
“Rabbi,” kata Iblis, “beri kiranya pertangguhan, karena hamba ini abdi Tuan; dan tunjuki hamba kiranya bagaimana hamba dapat menebus dosa hamba.” “Karena begitu permohonanmu,” sabda Tuhan, “akan kuberikan padamu pertangguhan; namun sejak saat ini, akan kukenakan di lehermu kerah kutukan dan akan kulekatkan padamu nama pembohong dan pemfitnah, agar setiap orang akan waspada terhadapmu sampai hari kiamat.”
Iblis berkata, “Apakah yang mesti hamba takutkan karena kutukan Tuan bila harta suci ini telah tersingkapkan bagiku? Bila kutukan datang dari Tuan, maka akan datang pula ampunan. Di mana ada racun, di sana ada pula penawarnya. Tuan mengutuk sebagian makhluk dan merestui yang lain. Kini karena hamba telah mendurhaka, maka hamba pun menjadi makhluk kutukan Tuan.”
Bila kau tak dapat menemukan dan memahami rahasia yang kukatakan itu, bukanlah karena hal itu tak ada, tetapi karena kau tak mencarinya dengan benar. Bila kau suka pilih-pilih di antara apa-apa yang datang dari Tuhan, maka kau bukan penempuh Jalan Ruhani. Bila kau memandang dirimu sendiri dimuliakan dengan intan dan dihinakan dengan batu, maka Tuhan tak menyertaimu. Perhatikan baik-baik, janganlah kau menyukai intan dan menolak batu, karena keduanya datang dari Tuhan. Bila di saat kalap, kekasihmu melempari kau dengan batu, itu lebih baik daripada permata dari wanita lain.
Di jalan penyempurnaan diri, kita tak boleh lena sejenak pun. Bila sejenak saja kita berhenti menyempurnakan diri, kita akan tergelincir mundur.

Cerita tentang Majnun

Seorang yang mencintai Tuhan melihat Majnun tengah mengayak1 tanah di jalanan dan berkata “Majnun, apa yang kaucari?” “Aku mencari Laila,” katanya. Orang itu berkata lagi, “Adakah kau berharap mendapatkan Laila di situ?” “Aku mencari dia di mana-mana,” kata Majnun, “dengan harapan akan mendapatkannya di suatu tempat.”

Yusuf Hamdani

Yusuf Hamdani seorang yang diagungkan di zamannya, seorang arif, yang mengerti akan rahasia-rahasia berbagai dunia. Katanya, “Segala yang tampak, baik di puncak maupun di dasar-setiap zarrah, sesungguhnya ialah Ya’kub lain yang mengharapkan kabar tentang Yusuf yang hilang daripadanya.”
Di Jalan Ruhani cinta dan pengharapan keduanya perlu. Bila kau tak memiliki yang dua ini lebih baik kau meninggalkan pencarian itu. Kita harus berusaha menjadi sabar. Tetapi apakah pencinta pernah bersabar? Bersabarlah dan berusahalah dengan harapan akan mendapatkan penunjuk jalan. Kuasailah dirimu sendiri dan jangan biarkan kehidupan lahiriah menawanmu.

Cerita tentang Abu Sa’id Mahnah

Syaikh Mahnah ada dalam kebingungan yang amat sangat, hatinya sedih, ketika di kejauhan dilihatnya seorang tua dari desa dengan wajah yang salih sedang berjalan dengan malas, sementara dari badannya memancar cahaya yang terang. Syaikh itu memberi salam padanya lalu menceritakan padanya tentang kesedihan yang dialaminya. Orang tua dari desa itu mendengarkan, dan setelah berpikir sebentar, ia berkata, “O Bu Sa’id, andaikan orang mesti mengisi ruang dari tanah yang terendah sampai ke arasy Tuhan dengan jawawut, tidak hanya sekali melainkan seratus kali, dan andaikan seekor burung setiap kali mengambil sebutir jawawut selama seribu tahun dan kemudian terbang seratus kali keliling dunia, maka dalam waktu yang sekian lamanya itu pun jiwa Tuan tak juga menerima kabar tentang istana samawi, dan Tuan akan masih tetap jauh dari istana itu.”
Kesabaran yang besar perlu bagi mereka yang menderita; tetapi tak ada yang bisa bersabar. Jika pencarian itu beralih dari yang batiniah kepada yang lahiriah, meskipun meluas pula ke seluruh alam, pada akhirnya pencarian itu tak akan memuaskan. Ia yang tak terlibat dalam pencarian kehidupan batin tak lebih dari seekor binatang-demikianlah dapat kukatakan. Bahkan dia itu tidak ada, dia sesuatu yang tak berarti, suatu bentuk tanpa jiwa.

Mahmud dan Pencari Emas

Suatu malam, selagi berkuda seorang diri, Mahmud melihat seorang laki-laki sedang mengayak tanah mencari emas; kepalanya tunduk dan orang itu di sana-sini telah menimbun tumpukan-tumpukan debu yang sudah diayak. Sultan memandangnya, lalu melemparkan gelangnya di antara tumpukan-tumpukan itu dan kemudian pergi memacu kudanya bagai angin. Malam berikutnya Mahmud kembali dan mendapatkan laki-laki itu masih mengayak pula. “Apa yang kau dapat kemarin,” kata sultan, “akan cukup buat membayar upeti bagi dunia, namun kau masih terus juga mengayak!” Laki-laki itu menjawab, “Hamba mendapatkan gelang yang Tuan lemparkan itu, dan karena hamba telah mendapatkan harta semacam itulah maka hamba harus terus mencari selama hidup hamba.”
Jadilah seperti orang itu dan berusahalah mencari sampai pintu itu terbuka bagimu. Matamu tak akan tertutup selalu; carilah pintu itu.

Sebuah Kalimat dari Rabi’ah

Seorang laki-laki berdoa, “Ya Rabbi, bukakan pintu agar hamba dapat menghadap padamu.” Mendengar doa laki-laki itu, Rabi’ah pun berkata, “O si gila! Adakah pintu itu tertutup?”

No comments:

Post a Comment